Hikmah Surga

Hikmah surga ini berisi sekilas tentang beberapa artikel ilmiah pribadi sebaagai wujud pengembangan diri dan aktualisasi diri pada bidang pendidikan

Senin, 16 Juni 2008

Pendidikan Moral dan Etika dalam Paham Humanistik

PEMBINAAN MORAL DAN ETIKA
MELALUI PENDEKATAN HUMANISTIK

Pendahuluan
Berbagai macam budaya, informasi dan teknologi yang telah merasuk serta mendarah daging di tanah air kita menjadikan kemajuan yang luar biasa. Aktivitas hidup yang berdampingan dengan mesin hubungan jarak jauh yang bisa dilakukan dengan intim, hingga keilmuan menjadi tumpuan untuk menjawab zaman yang penuh tantangan ini.
Seiring dengan hal tersebut, berbagai aktivitas yang terkategori dalam lingkup kenakalanpun semakin komplek baik itu dilakukan anak-anak, remaja dan dewasa ataupun orang tua apalagi jenis kenakalan yang dianggap parah dan merusak seperti halnya miras dan narkoba.
Dengan melihat kearah depan,bersilihnya hari berganti hari dengan ulah berbagai watak manusia,penulis teringat dengan pesan yang dilontarkan oleh salah satu ulama jawa yang sungguh mengandung makna yang mendalam akan arti dan kenyataannya.yaitu sunan kali jaga,bahwa dalam nasihatnya ia mengatakan kali bakal ilang kedunge,pasar bakal ilang ramene lan wong wadon bakal ilang wirange.
Apabila ditelaah dengan nalar yang kritis, ucapan yang dilontarkan tempo dulu oleh sunan kali jaga terbukti dan nyata jika dilihat keadaan sekarang terutama dilihat dai kaca mata moral dan etika.kerusakan moral tidak hanya sebatas dilakukan diperkotaan besar tetapi telah menjalar hingga sampai kepelosok desa hingga pinggiran kota.sampai-sampai dengan sebuah kasus yang sungguh menjadi perhatian dan rebutan orang dengan beredarnya VCD porno berlebel maha siswi Purwokerto yang diperjual belikan dipinggiran toko.[1]
Dengan mengganasnya hal tersebut yang menjadi sebuah pertanyaan besar yaitu sejauh mana peran dan keberhasilan pendidikan pada saat ini. Titik tekan sebuah pendidikan adalah terpatrinya suatu perubahan terutama pada sikap individu.seperti halnya ungkapan pepatah barat mengatakan never say you have learned some think until it makes a change my your life,(tidak pernah kau berkata bahwa anda telah belajar sesuatu hingga sesuatu membuat suatu perubahan dalam hidup saya).Sejak dulu pendidikan diupayakan untuk menanamkan sikap cipta (thinking), rasa (feeling), karsa (willing) (menurut Ki Hajar Dewantara). Begitu pula dengan realita sekarang yang ditawarkan oleh Bloom bahwa pencapaian hasil dari proses pendidikan tidak hanya sekedar pembinaan dan pencerdasan otak (kognitif) tetapi juga diperhatikan sikap, etika dan moral (efektifnya) sehingga akan terbentuk suatu insan kamil yang berpotensi tinggi dan berakhlak mulia.
Maka dari hal tersebut, arah diskripsi dari sekelumit makalah kecil ini akan membahas mengenai efektifitas suatu pembelajaran moral pada anak dengan melalui pendidikan dan pendekatan humanistic.
Pentingnya Pendidik dan Lingkungan dalam Desain Pembelajaran Etika
Pada masa dewasa ini,pendidikan merupakan sesuatu hal yang dituntut untuk dapat berperan dalam menjaga dan memperkukuh etika dan moral bangsa.
Sistem pendidikan tidak semata-mata bertujuan untuk memperkaya pemikiran siswa didik dengan berbagai macam bidang pengetahuan tetapi juga bertujuan untuk menjunjung tinggi etika,problem dan tantangan yang dihadapi para pendidik agama semakin hari semakin luas dan rumit dicarikan solusinya.tantangan yang muncul dikarenakan adanya suatu orientasi dan pemahaman yang kurang tepat,yaitu antara lain :
v Pendidikan Agama saat ini lebih berorientasi pada bagaimana mempelajari tentang ilmu agama semata, sehingga kurang teraplikasinya nilai-nilai ajaran agama dalam perilaku kehidupan sehari-hari.
v Pendidikan Agama tidak memiliki strategi penyusunan dan pemilihan materi-materi yang tepat dan tidak tercapai ( tidak sistematis dalam pembelajarannya))
v Kurang adanya penjelasan yang luas dan mendalam serta kurangnya penguasaan semantik dan generic atau istilah-istilah kunci dan pokok dalam ajaran agama sehingga sering ditemukan penjelasan-penjelasan yang sangat jauh dan berbeda dari makna spirit dan koteksnya.[2]
Disamping itu ungkapan senada juga diungkapkan oleh Arif Furqon,(2005, 5)bahwa belum optimalnya Pendidikan Agama Islam saat ini disebabkan oleh beberapa factor yaitu:
Ø Secara substantive,pendidikan agama islam tidak terencana dan terarah karena materi dan pembahasannya lebih bersifat doktrinatif,formalistic dan normative sehingga aspek etika islam dirasa kurang terfokus secara maksimal.
Ø Pendidikan agama islam dalam pembelajarnnya hanya dilakukan dengan pendekatan formalistic monologis dan tidak partisipatif.
Ø Substansi pelajaran lebih terfokus pada kerangka teoritis.[3]
Dari kenyataan tersebut akhirnya pembelajaran agama dirasa kurang maksimal dan berhasil,sehingga masih banyak terlihat kenakalan dan pola tingkah yang tidak sesuai dengan norma/aturan yang berlaku pada anak didik,baik pada bentuk kejahatan,kenakalan maupun kecanduan dan yang lebih bersifat umum lagi adalah suatu perbuatan yang berhubungan dengan etika social seperti halnya berpakaian dengan mengesampingkan etika,budaya membolos pada jam sekolah dan sebagainya.
Meskipun pendidikan sebagian besar dilaksanakan dalam lingkungan keluarga yang merupakan bagian dari tri pusat pendidikan,tetapi peran dan fungsi sekolahpun menentukan terbentuknya moral anak didik yang terkait dengan informasi dan modernisasi.dengan demikian lembaga pendidikan formal manapun berkewajiban untuk menjawab berbagai macam factor yang mempengaruhi negativnya moral peserta didik.diantara factor yang mempengaruhi moralitas siswa dan perlu untuk mendapatkan perhatian antara lain sebagai berikut :
Ø Arah pendidikan telah kehilangan objektivitasnya.
Artinya bahwa sekolah cenderung bersikap tidak peduli terhadap nilai dan moral yang dipraktikan oleh siswa sehingga sekolah bukan lagi menjadi tempat bagi siswa untuk melatih diri dalam melakukan sesuatu yang berlandaskan nilai-nilai moral dan akhlak.
Ø Adanya kesulitan siswa dalam mencari contoh teladan yang baik dilingkungan sekolah.
Ø Proses pendewasaan diri tidak berlangsung secara baik dilingkungan sekolah,
Sekolah merupakan wadah untuk mencapai proses pendewasaan siswa dan membentuk moralitas siswa,sehingga kedudukan sekolah tidak hanya berfungsi sebagai tempat untuk menempa ranah kognitif,afektif dan psikomotorik belaka.[4]
Pendidik dalam arti orang tua dan guru hendaknya dapat memahami akan tingkah laku yang diperbuat anak seperti halnya mengerti akan psikologi kepribadiannya yang merupakan salah satu bidang dalam psikologi yang mempelajari perilaku manusia secara total dan menyeluruh.atau pula dalam bentuk karakteristik personal individu yang khas dan terintegrasi baik berupa pola pikiran,emosi dan perilaku,bersifat berbeda antara satu individu dengan individu yang lainnya serta mengerti anak dalam berinteraksi dengan lingkungannya.[5]
Pribadi yang dimiliki oleh manusia yang beraneka ragam,baik dalam bentuk perilaku yang positif ataupun yang negativ ditentukan dan dipengaruhi oleh dua kekuatan besar,yaitu kekuatan dari dalam yang sudah dibawa sejak lahir berwujud benih,bibit atau sering disebut sebagai factor dasar,dan yang kedua adalah kekuatan dari luar yaitu factor lingkungan itu sendiri yang sering dikatakan dengan istilah factor ajar.[6]
Kedua hal inilah sebagai penentu moralitas pada tiap-tiap individu untuk dapat menjadikan pribadi yang baik dan penuh etika dalam kehidupan yang dijalaninya.maka dari itu kedua factor kekuatan tersebut harus seimbang antara kekuatan fisik dan psikisnya serta pula lingkungan yang baik sebagai pengaruh terhadap individu.
Pendidikan Dengan Pendekatan Humanistik
Dalam mendidik moral dan etika salah satu upaya pendekatannya dengan pendekatan humanistic yang mana dalam pendekatan humanistic ini manusia digambarkan sebagai mahluk yang optimistic dan penuh harapan.[7] Disamping itu juga manusia bukan saja sebagai pelakon dalam panggung masyarakat, bukan saja pencari identitas, tetapi juga manusia berkedudukan sebagai makhluk pencari makna.[8]
Dari semua activitas yang dilakukan, tidak kalah pentingnya juga sikap seseorang ikut mempengaruhi hidupnya apalagi dalam pembentukan moral dirinya.sikap merupakan kecenderungan seseorang untuk bertindak, berpersepsi, berfikir, dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi atau nilai.selain itu sikap juga bisa bermakna sebagai aspek evaluatif.[9]sikap sebagai aspek evaluative artinya mengandung nilai menyenangkan atau tidak menyenangkan.nilai ini terkadang bisa kita lihat dalam berbagai tingkah polah seseorang dalam menerima atau pada saat menerima suatu stimulus, sehingga dari sikap tersebut berkembang menjadi perilaku.
Perilaku seseorang secara garis besar dipengaruhi oleh dua factor yaitu factor biologis dan factor sosiopsikologis. Factor biologis berarti kedudukan manusia tidak berbeda dengan binatang.faktor biologis merupakan sesuatu yang mempengaruhi terhadap perilaku manusia,seperti halnya insting yang merupakan bawaan sejak lahir dan bukan pengaruh dari lingkungan dan situasi.selain itu juga pada diri manusia terdapat motif biologis seperti halnya kebutuhan akan makan dan minum, kebutuhan sexual, dan kebutuhan memelihara kelangsungan hidup dengan menghindari sakit dan bahaya.
Sedangkan factor yang kedua adalah factor sosiopsikologis, (manusia sebagai makhluk social). Factor ini dapat diklasifikasikan menjadi tiga komponen yaitu komponen afektif, komponen kognitif, dan komponen konatif.selain kedua unsur tersebut,perilaku manusia juga dipengaruhi oleh adanya kondisi emosi dirinya, adanya kebiasaan, adanya kemauan ataupun adanya kepercayaan.
Pada dasarnya manusia atau setiap orang terdapat potensi-potensi untuk menjadi sehat dan tumbuh secara kreatif dengan bantuan dari berbagai pihak untuk dapat menggunakan dan memanfaatkan secara penuh bakat dan kapasitasnya.
Dalam teori humanistic yang dikemukakan oleh Maslow, untuk membina perilaku seseorang agar dapat menjadi insane yang baik,maka pola pengasuhan pada anak hendaknya memperlakukannya dengan sikap penuh kasih sayang serta memberikan kebebasan dengan batasan-batasan.[10]
Pengasuhan dan pembelajaran dalam Pendidikan yang humanis dengan pola penerapan kasih sayang hendaknya pendidik menerapkan dan menekankan bahwa proses pendidikan pertama-tama dan yang utama adalah bagaimana terjalinnya relasi dan komunikasi individual dan personal di dalam komunitas sekolah.(baik antara guru dengan siswa maupun siswa dengan teman sesamanya). Relasi dan komunikasi ini akan menghasilkan buah-buah pendidikan pembentukan sikap/hati jika dilandasi kasih dan sayang di antara mereka.pribadi-pribadi anak akan berkembang secara sehat dan optimal jika berada dalam suasana unconditional love, understanding heart, dan personal relationship yang memadai.
Mendidik sesungguhnya adalah menjadi "modelling" bagi anak-anak. Mendidik tidak hanya sekedar mentransfer ilmu pengetahuan, tetapi juga nilai-nilai dan sikap.Orang tua dan pendidik hendaknya tidak bosan untuk memberikan nasihat; teladan; ruang pilihan, kesempatan untuk mengambil keputusan; keleluasaan anak-anak untuk meneladan; mengikuti dan menilai baik buruk sesuatu, benar salah suatu sikap dan perbuatan,dan semuanya itu dilandaskan dengan pola kasih dan sayang. Namun pembinaan pengetahuan tidak sekedar memberikan pengetahuan tetapi merupakan pelatihan pembiasaan terus menerus tentang sikap yang benar dan baik, sehingga akhirnya menjadi suatu kebiasaan.
Sedangkan Kebebasan dalam arti seimbang yaitu bagaimana seorang pendidik untuk senantiasa mengajarkan pula hidup disiplin serta sikap menghargai orang lain dan mengajarkan pula suatu system nilai.[11]
Nilai kebebasan adalah dimiliki oleh setiap manusia hidup[12].apalagi secara eksistensial pada hakikatnya manusia berkemampuan untuk menentukan dirinya sendiri dan pula telah direncanakan mengenai apa yang akan dilakukannya yang bersumber pada akal dan budi manusia. Disamping itu kebebasan juga dapat dilakukan kepada Siswa untuk berlatih dan terbiasa/ dibiasakan untuk bebas berbicara.siswa diberi ruang yang seluas-luasnya untuk dapat bebas berbicara dalam konteks penyampaian gagasan serta proses yang membangun dan meneguhkan akan sebuah pengertian.pembelajaran semacam ini sungguh terkesan tidak bersifat indoktrinasi sehingga siswa bisa aktif dalam bertanya,berbuat dan bersikap terhadap apa yang dipelajarinya,dan mengungkapkan alternative pandangannya yang bisa jadi berbeda dengan gurunya.
Jadi guru/pendidik disini bersifat sebagai fasilitator yang berfungsi memberikan bimbingan dan arahan pada peserta didiknya atau apabila sikap dan tingkah laku siswa didik menyimpang dari jalur kemuliaan dan aturan.selain hal itu,dengan sikap guru memberikan suasana pembelajaran yang "merdeka" maka kiranya akan dapat dicapai hasil pendidikan yang kreatif, mandiri, cerdas, aktif, taat pada hati nurani, bertanggungjawab dan tetap ceria bagi peserta didik. .Yang kedua pujian, bimbingan dan sikap disiplin dari seorang guru juga memiliki pengaruh yang besar dalam menumbuhkan anak dan perkembangan hidup.pujian dan bimbingan dari pendidik merupakan motivasi yang berharga untuk memacu sikap dan kepribadian peserta didik agar dapat lebih baik.apalagi dengan penerapan sikap disiplin yang terlalu tinggi dan berbagai aturan yang memberatkan atau juga disiplin dengan komando militer,anak didik biasanya berbalik arah untuk sengaja melanggar aturan tersebut.prinsip dan penerapan disiplin hendaknya dengan memperhatikan pendekatan ajrih asih yaitu taat karena kasih/sayang.[13]Apabila anak-anak yang dikekang dan dibuat berkecil hati bisa jadi kelemahan fisik yang mereka miliki akan dapat menurun dan melemah secara drastic.
Tahap yang ketiga yaitu dengan perbaikan social yang mana perbaikan ini secara perlahan-lahan bertahap tanpa kekerasan dan mantap dalam masyarakat.
Upaya perbaikan social juga sebaiknya tidak mengesampingkan keteladanan pendidik dan menggunakan berbagai pendekatan pembinaan watak sedini mungkin.Proses pendidikan seperti ini adalah sebenarnya merupakan proses mempengaruhi orang lain,agar terjadi perubahan kearah yang lebih baik.[14] Pendidik dan orang tua hendaknya menjadi figur yang berpengaruh pada anak-anak. Mestinya mereka menjadi model panutan, teladan, figur orang dewasa yang diidolakan anak-anak. Akan tetapi diera sekarang ini sungguh kita telah dilanda kemiskinan idola pendidik dan orang tua.pendidik dan orang tua menjadi teladan kedewasaan, kematangan emosional, efektifitas,dan integritas pribadi.upaya dan usaha yang kita lakukan untuk memperbaiki individu berarti pula memperbaiki masyarakat begitu pula sebaliknya.
Melalui pendekatan humanistic ini, perbaikan etika dicapai dengan tahap demi tahap dan tidak sekali jadi. Seiring dengan hal tersebut seorang pendidik atau orang tua hendaknya memahami akan berbagai macam karakteristik yang ada pada tiap-tiap anak yang mana anak pada dasarnya :
a. anak sebagai individu dari keseluruhan yang integral.
Artinya secara dasar manusia atau individu harus dipelajari sebagai keseluruhan yang integral,khas dan berorganisasi. Pendidik hendaknya dapat memahami hal itu dan senantiasa memberikan berbagai motivasi, karena motivasi akan dapat memberikan pengaruh kepada manusia secara keseluruhan dan bukan hanya secara sebagian. Seperti halnya manusia yang membutuhkan makanan bukan hanya untuk memenuhi panggilan mulut dan perut semata. Akan tetapi keseluruhan bagian pada diri manusia membutuhkan zat makanan itu sendiri.
b. Manusia pada dasarnya memiliki pembawaan baik.
Menurut Abraham Maslow, (2004, 85), bahwa manusia pada dasarnya adalah baik atau tepatnya netral bahkan manusia memiliki langkah-langkah aktif untuk mencapai kesenangan dan kebahagiaan[15]. Kekuatan jahat/merusak yang dilakukan oleh manusia adalah pengaruh dari lingkungan yang buruk dan bukan merupakan bawaan.
Didalam islam, pembawaan fitrah manusia dalam bentuk kebaikan dan berbagai potensi yang dimilikinya juga diakui.karena manusia pada hakikatnya adalah individu yang baik karena Alloh SWT mencipta dengan sebaik-baik makhluk.[16]
c. Manusia memiliki potensi yang kreatif
Pada hakikatnya, manusia mempunyai potensi untuk menjadi kreatif.[17] Sikap kreatif kiranya dapat diharapkan dapat memacu kemampuan untuk menghasilkan, mengemukakan, merespon, mewujudkan ide, dan menanggapi berbagai permasalahan yang ada.untuk menumbuhkan daya kreatif pada siswa hendaknya system pembelajaran jangan terpaku pada kegiatan dikelas semata, akan tetapi perlu menggunakan aktivitas nyata dalam pembelajaran sikap dan moral,karena kreatifitas bukanlah sesuatu yang mandiri, atau bukanlah semata-mata kelebihan yang dimiliki oleh seseorang.lebih dari itu kreatifitas merupakan bagian dari buah usaha atau aktivitas seseorang. Dengan kreatifitas yang dimiliki manusia, sehingga memiliki kekuatan untuk dapat mengekspresikan diri dalam berbagai bidang. Kreatifitas tersebut tidaklah memerlukan kemampuan yang khusus dan sulit. Kondisi manusia yang menyimpang dari etika dikarenaka manusia itu sendiri yang kehilangan kreatifitasnya dan sebagai penyebab pula adalah adanya keadaan lingkungan yang tidak menunjang serta tidak adanya kesempatan dari lingkungan untuk berkembang.
Jadi dengan pendekatan yang ditawarkan oleh Maslow tersebut kiranya sudah dapat diambil hikmah dan manfaatnya bahwa manusia dapat berubah dari perilaku yang tidak beretika menjadi lebih baik lagi dalam hidup dengan berbagai upaya yang tidak memaksakan dan terlampau keras dalam mendidiknya.



Sikap–Sikap Kepribadian Moral
Pembelajaran melalui pendekatan humanistic ini perlu dikembangkan dan ditanamkan beberapa sikap moral agar kepribadian yang dimiliki oleh peserta didik dapat tumbuh dan berkembang dengan kuat serta memiliki kepribadian yang mantap dalam kesanggupannya untuk bertindak sesuai dengan apa yang diyakininya sebagai perbuatan yang benar.sikap yang perlu dikembangkan agar peserta didik memiliki kepribadian moral yang kuat melalui pendekatan humanistic ini adalah:
I.Kejujuran
Kejujuran merupakan kekuatan pada diri seseorang.tanpa adanya kejujuran,manusia tidak dapat maju selangkahpun karena kita belum berani untuk menjadi diri sendiri.bersikap jujur terhadap orang lain berarti terdapat dua criteria yaitu bersikap terbuka dan fair terhadap dirinya sendiri ataupun terhadap orang lain.
Orang yang tidak jujur senantiasa berada dalam pelarian, lari dari orang lain yang ditakuti sebagai ancaman, lari dari dirinya sendiri karena tidak berani menghadapi kenyataannya yang sebenarnya.maka dari itu kejujuran sungguh membutuhkan sikap keberanian.sikap jujur ini sebaiknya dilakukan mulai dari lingkup pendidikannya dirumah hingga sekolah dan masyarakat.
II.Kesediaan untuk Bertanggung Jawab
Bertanggung jawab berarti melakukan sesuatu sikap terhadap tugas yang membebani diri seseorang dan merasa bahwa tugas tersebut telah terikat dengan kita untuk menyelesaikannya.sikap ini dirasa bahwa anak didik dimasa sekarang kurang sekali rasa tangggung jawabnya terutama yang berkaitan dengan disiplin waktu, tugas kelompok, maupun aturan yang lainnya.
III.Kemandirian dan kekuatan Moral
Keutamaan ketiga yang perlu dicapai apabila kita ingin mencapai kepribadian moral yang kuat adalah kemandirian moral.kemandirian moral berarti bahwa peserta didik tidak melakukan kegiatan asal ikut-ikutan semata melainkan peserta didik mampu untuk mempertimbangkan apa yang diperbuatnya dan memiliki pendirian sendiri.(tidak asal mencari yang mudah atau enaknya saja).
Kemandirian moral merupakan kekuatan batin untuk mengambil mengambil sikap moral sendiri dan bertindak sesuai aturan dan norma.[18]
Sedangkan keberanian moral adalah kemampuan untuk selalu membentuk penilaian sendiri terhadap suatu masalah moral.keberanian moral menunjukan diri dalam tekad untuk tetap mempertahankan sikap yang telah diyakininya.sikap ini merupakan kesetiaan terhadap suara hati yang menyatakan diri dalam kesediaan untuk berfihak kepada keadilan, melawan yang kuat meskipun mengambil resiko konflik.
IV.Rendah Hati,Realistik dan Kritis
Kerendahan hati adalah kekuatan bathin untuk melihat diri sesuai dengan kenyataannya[19].dalam bidang moral,kerendahan hati tidak hanya berarti Bahwa kita sadar akan keterbatasan kebaikan kita, melainkan juga bahwa kemampuan kita untuk memberikan penilaian moral terbatas.jadi bahwa penilaian kita masih jauh dari sempurna karena hati kita belum jernih.oleh karena itu kita tidak akan memutlakan pendapat moral kita.
Disamping sikap rendah hati,juga perlu dikembangkan siap realistis dan kritis dalam berfikir.sikap realistis tidak berarti kita menerima realitas begitu saja, tetapi mempelajari sesuatu atau keadaan hendaknya dengan serealis-realisnya supaya dapat kita sesuaikan dengan prinsip dasar,dengan kata lain bahwa sikap realistis mesti berbarengan dengan sikap kritis.
Upaya Perbaikan dari Berbagai Pelanggaran Etika
Suatu perbuatan yang melanggar etika atau moral biasanya dilakukan dengan tindakan pemerintah yang hanya bersifat menghukum/penjagaan dan sangat jarang sekali ditujukan kearah rehabilitasi. Hukuman tidak selamanya bernilai positif, malah begitu sebaliknya setelah pelaku keluar dan dinyatakan bebas dari hukuman terkadang mereka bertindak semaunya sendiri tanpa berpikir panjang dan semakin nekad.
Dalam hal ini William Sans seorang pakar psikologi, menawarkan program tujuh langkah untuk merehabilitasi pelaku dan pelanggar etika sampai pada penjahat yang kejam sekalipun. Program tujuh langkah ini secara prinsip masih berbau dan berhubungan dengan pandangan Maslow yakni bahwa sikap-sikap yang tidak bertanggung jawab tidak akan bermanfaat dan tindakan criminal tidak akan dapat memuaskan kebutuhan sang penjahat untuk berhubungan dengan orang lain.[20]
Program tujuh langkah ini merupakan suatu system yang realistis serta bersifat memaksa orang-orang untuk menginsafi kebodohan tingkah laku yang diperbuat oleh individu.Diantara program tujuh langkah ini memuat konsep-konsep antara lain sebagai berikut :
1. berani menghadapi kenyataan tentang diri kita sendiri di dunia sekeliling kita.
2. mengambil keputusan untuk merubah diri
3. menyadari akan adanya daya dari mana seorang dapat memperoleh kekuatan
4. menilai diri pribadi secara jujur
5. menolong diri sendiri untuk menghadapi kelemahan
6. menentukan tujuan yang dapat kita capai dan dapat dilaksanakan sehari-hari
7. berjanji pada diri sendiri dan menanamkan keyakinan bahwa kemerdekaan kita jauh lebih berharga dari pada kebencian kita.[21]
Dari ketujuh perihal menuju perbaikan diri tersebut,latihan itu membutuhkan sikap yang tetap/konsisten pada tiap individu untuk memperbaiki diri secara ikhlas dengan bantuan konselor.
Disamping perbaikan untuk mewujudkan manusia yang beretika,seorang guru,pendidik dan orang tua juga harus memiliki sifat-sifat untuk dapat menaruh perhatian besar pada orang lain ,mampu berempati dan menyelami pribadi orang lain dengan tetap menjaga obyektivitas dan memiliki dasar pengetahuan tentang tingkah laku manusia.
Demikianlah sekilas deskripsi makalah pendek ini disusun dengan perbaikan moral menggunakan pendekatan humanistic serta perbaikan dalam aspek pendidikan terutama peran pendidikan agama disekolah dalam pembentukan watak dan moral siswa didiknya.kurang dan lebihnya mohon maaf.
Referensi

G.Goble,Frank
1987 Mazhab Ketiga, Psikologi Humanistik, Yogyakarta: Kanisius.
Mukhtar
2003 Desain Pembelajaran PAI, Jakarta: Misaka Galiza
Farozin, Muh, Fathiyah, Nur
2004 Pemahaman Tingkah Laku, Jakarta: Rineka Cipta.
Coles, Robert
2003 Menumbuhkan Kecerdasan Moral Anak, Jakarta: Gramedia.

http://bruderfic.or.id
artikel/lihatartikel.php?article, ID=58, 23.07.2003


[1] Suara Merdeka,8 maret 2006,hal 6.
[2] Mukhtar, Desain Pembelajaran PAI, (Jakarta: Misaka Galiza, 2003), hlm.15
[3] Arif Furqon, Artikel Swara Cendekia, (Jakarta: Departemen Agama, 2005), hlm.6
[4] Mukhtar, Desain Pembelajaran PAI, (Jakarta, Misaka Galiza, 2005), hlm 132.
[5] Muh Farozin, Pemahaman Tingkah Laku, (Jakarta, Rineka Cipta, 2004), hlm 14.
[6] Ibid, hlm 15.
[7] Opcit, hlm 82
[8] Jalaludin Rahmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung, Remaja Rosda Karya, 1998), hlm 31
[9] Ibid hlm 40
[10] Farozin,Kartika, Pemahaman Perilaku, (Jakarta: 2004), hlm 85.
[11]. Frank G.Goble, Mazhab Ketiga, Psikologi Humanistik, (Yogyakarta: 1987), hlm112.

[12] Franz Magnis Suseno, Etika Dasar, (Yogyakarta: 1987), hlm 23.
[13] http://bruderfic.or.id/artikel/lihatartikel.php?articleID=5823.07.2003
[14].Ibid

[15] Opcit, hlm 85
[16] QS.At-Tinn ayat 4.
[17] Nursito, Menggali Kreativitas, (Yogyakarta: 1999), hlm 5.
[18] Franz M Suseno, Etika Dasar, (Yogyakarta : 1987), hlm 146
[19] Ibid, hlm 148
[20] Frank G.Goblee, Mazhab Ketiga dan Psikologi Humanistik, (Yogyakarta:1987), hlm.231.
[21] Ibid, hlm.232.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda